MASIGNASUKAv102
1212694102616477524

58. Surat Al-Mujadilah

Ayat 1

قَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۖوَاللّٰهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ ١

Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Asbabun Nuzul

Imam Al-Hakim meriwayatkan riwayat yang dinilainya shahih dari Aisyah yang berkata, “Mahamulia Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu, sementara saya hanya bisa mendengarkan sebagian dari ucapan Khaulah binti Tsa’labah, adapun yang sebagian lagi tidak dapat saya dengar. Kedatangannya pada saat itu adalah untuk mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah. Khaulah berkata, “Wahai Rasulullah, ia telah menghabiskan masa muda saya dan saya telah melahirkan banyak anak untuknya. Akan tetapi, ketika saya beranjak tua dan tidak bisa melahirkan lagi maka ia menzhihar saya. Ya Allah, saya mengadukan kepedihan hati ini kepada engkau.’ Tidak berselang lama, malaikat Jibril telah langsung turun membawa rangkaian ayat ini. Suami Khaulah itu bernama Aus Ibnush-Shamit.”


Ayat 8

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ نُهُوْا عَنِ النَّجْوٰى ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا نُهُوْا عَنْهُ وَيَتَنٰجَوْنَ بِالْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُوْلِۖ وَاِذَا جَاۤءُوْكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللّٰهُ ۙوَيَقُوْلُوْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللّٰهُ بِمَا نَقُوْلُۗ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُۚ يَصْلَوْنَهَاۚ فَبِئْسَ الْمَصِيْرُ ٨

Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, “Mengapa Allah tidak menyiksa kita atas apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Maka neraka itu seburuk-buruk tempat kembali.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan yang berkata, “Antara Nabi Saw dan kaum Yahudi terjadi kesepakatan damai. Dalam masa itu, setiap kali ada sahabat Nabi saw yang lewat maka orang-orang Yahudi terlihat saling berbisik diantara mereka sampai-sampai sahabat tersebut mengira bahwa mereka tengah merencanakan untuk membunuhnya atau melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya. Rasulullah lantas melarang orang-orang Yahudi tersebut untuk berbisik-bisik, tetapi mereka tidak mematuhinya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Apakah kamu tidak perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia…’ “

Imam Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dengan sanad yang baik dari Abdullah bin Amru bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Rasulullah Saw., “Salam untukmu.” Mereka lalu berkata di dalam hati, “Kenapa Allah tidak mengazab kita karena ucapan kita tersebut?” Sebagai responsnya, turunlah ayat, ‘Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu…” Dalam hal ini terdapat riwayat dari Anas dan Aisyah.


Ayat 10

اِنَّمَا النَّجْوٰى مِنَ الشَّيْطٰنِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَيْسَ بِضَاۤرِّهِمْ شَيْـًٔا اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ ١٠

Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati, sedang (pembicaraan) itu tidaklah memberi bencana sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah. Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Orang-orang munafik sering terlihat berbisik-bisik diantara mereka. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan dan rasa terganggu pada diri orang-orang mukmin. Allah lalu menurunkan ayat ini.”


Ayat 11

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١١

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.

Asbabun Nuzul 

Lebih lanjut, diriayatkan dari Qatadah yang berkata, “Suatu saat, diantara sahabat ada yang ketika melihat seorang sahabat yang lain datang untuk ikut duduk di dekat mereka, sewaktu menghadiri majelas Rasulullah (didalam masjid), mereka lantas tidak mau melapangkan tempat duduk. Ietulah sebabnya, turun ayat ini.”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bahwa ayat ini turun pada hari Jum’at. Ketika itu, terlihat beberapa sahabat yang dulunya mengikuti Perang Badang datang ke masjid, sementara tempat duduk yang tersedia sempit. Beberapa orang (yang lebih dulu duduk di tempat itu) kemudian terlihat enggan untuk melapangkan tempat bagi mereka sehingga sahabat-sahabat tersebut terpaksa berdiri. Rasulullah lantas meminta beberapa orang yang tengah duduk itu untuk beridiri kemudian menyuruh sahabat tadi duduk di tempat mereka. Hal ini menimbulkan perasaan tidak senang pada diri orang-orang yang disuruh berdiri tadi. Allah lalu menurunkan ayat ini.


Ayat 12-13

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً ۗذٰلِكَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَاَطْهَرُۗ فَاِنْ لَّمْ تَجِدُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٢ ءَاَشْفَقْتُمْ اَنْ تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقٰتٍۗ فَاِذْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَتَابَ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗوَاللّٰهُ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ ࣖ ١٣

12. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. 13. Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas yang berkata, “Pada awalnya, kaum muslimin sangat sering bertanya kepada Rasulullah hingga hal itu dirasakan beliau cukup mengganggu. Allah bermaksud meringankan beban tersebut kepada Nabi-Nya sehingga Allah kemudian menurunkan ayat 12, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan ini…’ Setelah ayat ini turun, banyak di antara sahabat yang kemudian menahan diri untuk tidak bertanya. Akibatnya, Allah menurunkan ayat selanjutnya, ayat 13, ‘Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul?…’ “

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah riwayat yang dinilainya hasan, demikian juga ulama yang lainnya meriwayatkan dari Ali yang berkata, “Tatkala turun ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan ini…’ Rasulullah Saw. Bertanya kepada saya, ‘Bagaimana pendapatmu kalau (kalau sedekah tersebut) sebanyak satu dinar?’ Saya menjawab, ‘Mereka para sahabat tidak akan sanggup.’ Rasulullah bertanya, ‘Kalau begitu berapa seharusnya?’ Saya menjawab, ‘Satu butir gandum.’ Mendengar jawaban saya tersebut, Rasulullah berkata, ‘Engkau sungguh seorang yang tidak punya apa-apa.’ Setelah itu, turunlah ayat, ‘Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengn Rasul?’ Karena usulan saya itulah Allah memberikan keringan bagi umat ini.” Imam At-Tirmidzi berkata, “Riwayat ini berkualitas hasan.”


Ayat 14

۞ اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْۗ مَا هُمْ مِّنْكُمْ وَلَا مِنْهُمْۙ وَيَحْلِفُوْنَ عَلَى الْكَذِبِ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ ١٤

Tidakkah engkau perhatikan orang-orang (munafik) yang menjadikan suatu kaum yang telah dimurkai Allah sebagai sahabat? Orang-orang itu bukan dari (kaum) kamu dan bukan dari (kaum) mereka. Dan mereka bersumpah atas kebohongan, sedang mereka mengetahuinya.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “tentang ayat ini, kami mendengar bahwa ia turun berkenaan dengan Abdullah bin Nabtal.”


Ayat 18

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا فَيَحْلِفُوْنَ لَهٗ كَمَا يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ وَيَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ عَلٰى شَيْءٍۗ اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْكٰذِبُوْنَ ١٨

(Ingatlah) pada hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa mereka orang-orang pendusta.

Asbabun Nuzul

Imam Ahmad meriwayatkan suatu riwayat, demikain juga Al-Hakim yang menilainya shahih, dari Ibnu Abbas yang berkata, “suatu ketika, Rasulullah Saw. Berada di bawah naungan bayang-bayang sebuah kamar. Bayang-bayang itu telah hampir habis ketika Rasulullah berkata, ‘Sesungguhnya akan segera datang menghampiri kalian seorang laki-laki yang melihat kea rah kalian dengan pandangan yang tidak baik. Jika ia datang, maka janganlah ada seorang pun dari kalian yang berbicara dengannya.’ Tidak lama berselang, muncullah seorang laki-laki yang berkulit biru dan buta sebelah matanya. Rasulullah Saw. Lantas memanggil laki-laki itu. Ketika telah mendekat, Rasulullah Saw. Berkata, ‘Atas dasar apa engkau dan teman-temanmu mencaci maki saya?’ Laki-laki itu menjawab, “izinkan saya membawa teman-teman saya itu kemari.’ Laki-laki itu lalu pergi untuk memanggil teman-temannya. Ketika telah berada kembali di hadapan Rasulullah, mereka serempak bersumpah bahwa mereka tidak pernah mengatakan hal itu atau melakukannya. Allah lantas menurunkan ayat ini.”


Ayat 22

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ يُوَاۤدُّوْنَ مَنْ حَاۤدَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَوْ كَانُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ اَوْ اَبْنَاۤءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ ۗوَيُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ࣖ ٢٢

Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Syaudzab yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Ubaidah bin Jarrah, yaitu ketika ia membunuh ayahnya pada Perang Badar. Ketika itu, turunlah ayat ini.”

Imam Ath-Thabrani dan Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan hal serupa, namun dengan lafazh, “Pada saat berkecamuknya Perang Badar, ayah Abu Ubaidah bin Jarrah acapkali merintangi gerak-gerik anaknya tersebut. Pada awalnya, Abu Ubaidah selalu berusaha menghindar (agar tidak berhadapan dengan sang ayah). Akan tetapi, ketika ayahnya itu tetap bersikap demikian, Abu Ubaidah pun kemudian menghampirinya lalu membunuhnya. Setelah itu, turunlah ayat ini.”

Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Diinformasikan kepada saya bahwa suatu ketika Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) mencaci maki Nabi Saw. Abu Bakar langsung memukul kepalanya hingga terjatuh. Ketika peristiwa itu didengar oleh Nabi Saw, beliau lalu berkata, ‘Benarkah engkau berbuat seperti itu, wahai Abu Bakar?’ Abu Bakar menjawab, ‘Demi Allah, sekiranya pada saat itu ada perang di dekat saya, niscaya akan saya tebas lehernya.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.”