Ayat 2
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ٢
2. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah,193) jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,194) jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban)195) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda),196) dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!197) Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.
193) Syiar-syiar kesucian Allah ialah segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadah haji, seperti tata cara melakukan tawaf dan sa’i, serta tempat-tempat mengerjakannya, seperti Ka‘bah, Safa, dan Marwah.(194) Bulan haram ialah Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Pada bulan-bulan itu dilarang melakukan peperangan.(195) Hadyu ialah hewan yang disembelih sebagai pengganti (dam) pekerjaan wajib yang ditinggalkan atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang di dalam ibadah haji.(196) Qalā’id ialah hewan hadyu yang diberi kalung sebagai tanda bahwa hewan itu telah ditetapkan untuk dibawa ke Ka‘bah.(197)Yang dimaksud dengan karunia di sini ialah keuntungan yang diberikan Allah Swt. dalam perjalanan ibadah haji, sedangkan keridaan-Nya ialah pahala yang diberikannya atas ibadah haji.
Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Al-Hutham bin Hinduwal Bakri datang ke Madinah dengan beberapa untanya yang membawa bahan makanan untuk dijual. Kemudian dia mendatangi Rasulullah, dan menawarkan barang dagangannya, setelah itu dia masuk Islam. Ketika dia keluar dari tempat Rasulullah, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di dekat beliau, ‘Dia datang kepadaku dengan wajah orang yang jahat. Lain dia pergi dengan punggung seorang pengkhianat.’ Ketika al-Hatham sampai ke Yamamah, dia keluar dari Islam (murtad). Ketika bulan Dzul Hijjah, dia pergi ke Mekah dengan rombongan untanya yang membawa bahan makanan. Ketika orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar mendengar berita kepergian al-Hatham ke Mekah, mereka pun bersiap-siap untuk menyerang kafilah untanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah,…” (al-Maaidah: 2) Akhirnya, mereka tidak jadi melakukan hal itu.”
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari as-Suddi hadits yang serupa dengannya. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dia berkata, “Rasulullah dan para sahabat berada di Hudaibiyah ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka pergi ke Baitullah. Hal itu membuat marah para sahabat. Ketika dalam keadaan demikian, beberapa orang musyrik dari daerah timur melintasi mereka menuju Baitullah untuk melakukan umrah. Para sahabat berkata, ‘Kita halangi mereka agar tidak pergi ke Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi kita.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘…Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil haram,…”
Ayat 3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih.198) (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah),199) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini 200) orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
198) Hewan yang tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan diterkam binatang buas hukumnya halal apabila sempat disembelih sebelum mati.(199) Al-Azlām artinya ‘anak panah yang tidak memakai bulu’. Orang Arab Jahiliah menggunakannya untuk mengundi apakah melakukan sesuatu atau tidak. Mereka mengambil tiga buah anak panah: yang pertama ditulis “lakukanlah”, yang kedua ditulis “jangan lakukan”, dan yang ketiga dibiarkan kosong. Ketiganya lalu diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan di dalam Ka‘bah. Apabila hendak melakukan sesuatu, mereka meminta juru kunci Ka‘bah untuk mengambil sebuah anak panah. Mereka akan menaati apa pun yang tertulis pada anak panah yang terambil. Akan tetapi, jika yang terambil adalah anak panah yang kosong, mereka akan mengulang undian.(200) Maksud kata hari ini adalah pada waktu haji wada‘.
Asbabun Nuzul
Ibnu Mandah meriwayatkan dalam kitab ash-Shahaabah, dan Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hijr dari ayahnya dari kakeknya, Hibban, dia berkata, “Pada suatu ketika kami bersama Rasulullah. Lalu saya menyalakan perapian untuk memasak daging bangkai di dalam panci. Lalu Allah menurunkan firman-Nya tentang pengharaman bangkai, maka panci itu pun saya tumpahkan.”
Ayat 4
يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَآ اُحِلَّ لَهُمْۗ قُلْ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِيْنَ تُعَلِّمُوْنَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّٰهُ فَكُلُوْا مِمَّآ اَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ ٤
4. Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, “Yang dihalalkan bagimu adalah (makanan-makanan) yang baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah apa yang ditangkapnya untukmu201) dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
201) Maksudnya adalah hewan buruan yang ditangkap oleh binatang pemburu yang sengaja dilepas oleh pemiliknya untuk berburu dan binatang pemburu itu tidak memakannya.
Asbabun Nuzul
Ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi, dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Rafi’, dia berkata, “Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi saw.. Lalu Jibril meminta izin untuk masuk ke rumah beliau dan beliau mengizinkannya Namun Jibril tidak juga masuk. Maka, Rasulullah segera memakai jubah dan keluar rumah. Di luar rumah, beliau melihat Jibril sedang berdiri. Lalu beliau berkata kepadanya ‘Engkau telah saya izinkan untuk masuk rumah kami.’ Jibril menjawab ‘Benar, akan tetapi kami tidak masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar dan anjing.’ Lalu Rasulullah dan anggota keluarga beliau melihat di dalam rumah terdapat anak anjing. Maka beliau memerintahkan Abu Rafi’ agar membunuh setiap anjing yang ada di Madinah. Kemudian orang-Orang mendatangi beliau dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dihalalkan untuk kamu dari binatang yang engkau perintahkan untuk dibunuh?’ Lalu turunlah firman Allah, ‘Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ …”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa Rasulullah mengutus Abu Rafi’ untuk membunuh anjing-anjing. Hingga dia sampai di ‘Awali. Kemudian Ashim bin Adi, Sa’ad bin Khutsaimah, dan Uwaim bin Sa’idah mendatangi Rasulullah dan bertanya kepada beliau, “Apa yang dihalalkan untuk kami wahai Rasulullah” Lalu turun firman Allah, “Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. (al-Maa’idah : 4)
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qarzhi, dia berkata “Ketika Nabi saw. memerintahkan agar anjing-anjing dibunuh, orang-orang berkata, ‘Wahai Rasulullah lalu apa yang dibolehkan untuk kami dari anjing-anjing ini?’ Lalu turunlah ayat 4 surah al-Maa’idah.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari asy-Sya’bi bahwa Adi bin Hatim athTha’i berkata, “Seorang lelaki mendatangi Rasulullah untuk menanyakan tentang hasil buruan anjing. Beliau tidak menjawab hingga turun firman Allah, “….kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu…” (al-Maa’idah : 4)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id Ibnuz-Zubair bahwa Adi bin Hatim ath-Tha’i dan Zaid bin Muhalhil ath-Tha’i bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah, kami adalah kaum yang berburu dengan bantuan anjing-anjing dan burung elang. Sesungguhnya anjing-anjing keluarga Dzuraih berburu sapi, keledai, dan kijang sedangkan Allah telah mengharamkan bangkai. Maka, apa yang dihalalkan untuk kami?” Lalu turun firman Allah, “Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik ….”
Ayat 6
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦
6. Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.
202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.-><-203) Lihat catatan kaki surah an-Nisā’/4: 43.
Asbabun Nuzul
Al-Bukhari meriwayatkan dari Amr ibnul-Harits dari Abdurrahman ibnul-Qasim dari ayahnya, dari kakeknya, dari Aisyah, dia berkata, “Ketika kami dalam perjalanan menuju Madinah, kalungku terjatuh di gurun. Kemudian Rasulullah menghentikan untanya, lalu beliau turun. Setelah itu beliau merebahkan kepala beliau di pangkuanku hingga tertidur. Lalu Abu Bakar datang dan memukulku dengan keras kemudian berkata, ‘Gara-gara kalungmu orang-orang tidak bisa langsung ke Madinah!’ Kemudian Rasulullah terbangun dan waktu pagi pun tiba. Di saat beliau akan berwudhu, beliau tidak mendapati air. Maka turunlah firman Allah, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,…” hingga firman-Nya, ‘.. .agar kamu bersyukur.” (al-Maa’idah: 6) Lalu Usaid bin Hudhair berkata, ‘Karena kalian wahai keluarga Abu Bakar, Allah telah memberi berkah kepada orang-orang.”
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Abbad bin Abdillah ibnuz-Zubair dari Aisyah, dia berkata, “Setelah peristiwa hilangnya kalungku dan berakhirnya kisah tentang kedustaan yang dituduhkan kepadaku, saya pergi bersama Rasulullah dalam peperangan yang lain. Lalu kalungku jatuh lagi, hingga orang-orang pun harus menghentikan perjalanan untuk mencarinya. Abu Bakar dengan agak marah berkata, ‘Putriku, kau selalu menjadi beban dan kesulitan bagi orang-orang dalam setiap perjalanan.’ Lalu Allah menurunkan keringanan untuk bertayammum. Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku, ‘Sungguh engkau anak yang mendapatkan berkah.’ “
Catatan
1. Al-Bukhari menyebutkan hadits tentang tayammum ini dari riwayat Amr ibnul- Harits. Di dalamnya terdapat penjelasan bahwa ayat tentang tayammum dalam riwayat yang lain adalah ayat dalam surah al-Maa’idah. Sedangkan kebanyakan perawi hanya menyebutkan, “Lalu Allah menurunkan ayat tentang tayammum,” tanpa menjelaskan surahnya. Ibnu Abdil Barr berkata, “ini sangat sulit untuk dipastikan karena kita tidak tahu ayat mana yang dimaksud oleh Aisyah.” Ibnu Baththal berkata, “Ayat yang dimaksud adalah ayat dalam surah an-Nisaa’ Alasannya, ayat tentang tayammum dalam surah al-Maa’idah disebut juga dengan ayat wudhu, sedangkan dalam ayat surah an-Nisaa’ tidak disebutkan tentang wudhu sama sekali. Dengan ini maka jelaslah pengkhususan ayat an-Nisaa’ ini sebagai ayat tayammum.” Al-Wahidi juga menyebutkan ayat ini pada sebab turunnya ayat tayammum dalam surah an-Nisaa’ Namun dapat dipastikan bahwa yang dikuatkan oleh al-Bukhari bahwa ayat yang dimaksud adalah ayat surah al-Maa’idah adalah yang benar karena dalam hadits yang diriwayatkannya disebutkan dengan jelas tentang surahnya, yaitu surah al-Maa’idah.
2. Hadits ini menunjukkan bahwa sebelum turunnya ayat ini, wudhu adalah wajib. Oleh karena itu, mereka merasa kesulitan ketika melakukannya dengan selam air. Hal ini juga tampak dari apa yang dikatakan Abu Bakar kepada Aisyah.
Ibnu Abdil Barr berkata, “Merupakan hal yang umum diketahui oleh para ahli sejarah kehidupan Rasulullah bahwa sejak diwajibkan shalat, Rasulullah selalu berwudhu sebelum shalat. Tidak ada yang menolak hal ini kecuali orang yang ingkar atau bandel.” Dia berkata lagi, “Hikmah dari turunnya ayat wudhu sedangkan wudhu telah dilakukan sebelumnya adalah agar kefardhuannya terbaca langsung di dalam Al-Qur’an.” Ada juga yang mengatakan, ‘Kemungkinan bagian pertama dari ayat di atas yaitu tentang kewajiban berwudhu turun lebih dahulu Kemudian sisanya-yaitu yang berisi tentang tayammum-turun dalam kisah ini.”
Saya (as-Suyuthi) katakan, “Yang pertama adalah lebih benar karena penetapan kewajiban wudhu berbarengan dengan kewajiban shalat ketika Rasulullah masih di Mekah. Sedangkan ayat di atas adalah ayat surah Madaniyyah.”
Ayat 11
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ هَمَّ قَوْمٌ اَنْ يَّبْسُطُوْٓا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ اَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ ࣖ ١١
11. Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah (yang dianugerahkan) kepadamu ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Dia menahan tangan (mencegah) mereka dari kamu. Bertakwalah kepada Allah dan hanya kepada Allahlah hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal.
Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir meriwayatkan dari lkrimah dan Yazid bin Abi Ziyad—dan lafazhnya dari Yazid—bahwa pada suatu hari Nabi saw. pergi bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Abdurrahman bin Auf ke tempat Ka’ab ibnul-Asyraf dan tempat orang-orang Yahudi Bani Nadhir. Beliau mendatangi mereka untuk meminta bantuan dalam melunasi diyat yang harus beliau bayar. Lalu mereka berkata,,”Baiklah. Sekarang duduklah dulu dan kami akan menjamumu. Setelah itu kami akan memberikan apa yang engkau minta.” Rasulullah pun duduk menunggu. Diam-diam Huyai bin Akhthab berkata kepada teman-temannya, “Kalian tidak pernah melihat dia sedekat sekarang ini. Timpakanlah batu ke tubuhnya, maka kalian akan dapat membunuhnya. Setelah itu, kalian tidak akan pernah melihat keburukan lagi untuk selamanya.” Teman-teman Huyai pun mengambil batu gilingan yang besar untuk ditimpakan ke tubuh Nabi saw.. Tapi Allah menahan tangan mereka hingga Jibril datang dan menyuruh Nabi saw. meninggalkan tempat itu. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu, ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya,…”
Ibnu Jarir juga meriwayatkan kisah yang serupa dengan di atas dari Abdullah bin Abi Bakar, Ashim bin Umair bin Qatadah, Mujahid, Abdullah bin Katsir, dan Abu Malik.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Kami mendengar bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah ketika beliau berada di tengah kebun kurma ketika perang ketujuh. Ketika itu orang-orang Bani Tsa’labah dan Bani Muharib ingin membunuh Nabi saw.. Mereka mengutus seorang lelaki dari Arab pedalaman. Orang Arab pedalaman itu mendatangi Nabi saw. ketika beliau sedang tertidur di sebuah rumah. Lalu dia mengambil senjata beliau dan membangunkan beliau. Lalu dia berkata, ‘Sekarang siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu?’ Rasulullah dengan tenang menjawab, ‘Allah.’ Lalu orang Arab pedalaman itu pun menyarungkan kembali pedangnya dan Rasulullah tidak menghukumnya.”
Abu Nu’aim dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwwah meriwayatkan dari Hasan al-Bashri dari Jabir bin Abdillah bahwa seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang memerangi Islam yang bernama Ghauts ibnul-Harits berkata kepada kaumnya, “Saya akan membunuh Muhammad untuk kalian.” Dia pun mendatangi Rasulullah, yang ketika itu sedang duduk sambil memangku pedang beliau. Lalu Ghauts berkata, “Wahai Muhammad, bolehkah saya melihat pedangmu itu?” Rasulullah menjawab, “Ya silakan.” Lalu Ghauts mengambil pedang itu dan menghunusnya. Kemudian dia mengibas-ngibaskan pedang itu dan ingin membunuh Nabi saw.. Namun Allah menahannya. Lalu dia berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau tidak takut?” Dengan tenang Rasulullah menjawab, “Tidak.” Ghauts kembali bertanya, “Apakah engkau tidak takut kepadaku sedangkan pedangmu ada di tanganku?” Rasulullah menjawab kembali, “Tidak, saya tidak takut. Allah akan menghalangimu untuk berbuat buruk terhadapku.” Kemudian Ghauts menyarungkan pedang itu dan mengembalikannya kepada Rasulullah. Lalu Allah menurunkan ayat 11 surah al-Maa’idah.
Ayat 15-16
يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ قَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيْرًا مِّمَّا كُنْتُمْ تُخْفُوْنَ مِنَ الْكِتٰبِ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍەۗ قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌۙ ١٥ يَّهْدِيْ بِهِ اللّٰهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهٗ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ بِاِذْنِهٖ وَيَهْدِيْهِمْ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ١٦
15. Wahai Ahlulkitab, sungguh rasul Kami telah datang kepadamu untuk menjelaskan banyak hal dari (isi) kitab suci yang kamu sembunyikan dan membiarkan (tidak menjelaskan) banyak hal (pula). Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab suci207) yang jelas.
16. Dengannya (kitab suci) Allah menunjukkan kepada orang yang mengikuti rida-Nya jalan-jalan keselamatan, mengeluarkannya dari berbagai kegelapan menuju cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan kepadanya (satu) jalan yang lurus.
207) Cahaya dari Allah Swt. maksudnya adalah Nabi Muhammad saw., sedangkan kitab suci maksudnya adalah Al-Qur’an.
Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Nabi saw. didatangi orang-orang Yahudi yang bertanya kepada beliau tentang hukum rajam [terhadap seseorang dari mereka yang berzina muhshan]. Lalu Rasulullah bertanya, ‘Siapakah di antara kalian yang paling pandai?’ Mereka pun menunjuk Ibnu Shuriya. Lalu Rasulullah menyumpahnya dengan Zat yang menurunkan Taurat kepada Musa dan Zat yang mengangkat Gunung Thur, serta dengan perjanjian-perjanjian yang ditetapkan atas mereka sampai dia gemetaran. Lalu dia pun berkata, ‘Sesungguhnya ketika banyak orang yang dibunuh karena melakukan zina, akhirnya kami hanya menghukum pelakunya dengan cambuk seratus kali dan kepalanya digunduli.’ Akhimya orang Yahudi yang melakukan zina itu pun dirajam. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan kejalan yang lurus.” (al-Maa’idah: 15-16)
Ayat 18
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصٰرٰى نَحْنُ اَبْنٰۤؤُا اللّٰهِ وَاَحِبَّاۤؤُهٗ ۗ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوْبِكُمْ ۗ بَلْ اَنْتُمْ بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَۗ يَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖوَاِلَيْهِ الْمَصِيْرُ ١٨
18. Orang Yahudi dan orang Nasrani berkata, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Katakanlah, “(Jika benar begitu,) mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? Sebaliknya, kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang Dia ciptakan. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang Dia kehendaki (pula). Milik Allahlah kerajaan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya semua akan kembali.”
Asbabun Nuzul
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah mendatang Nu’man bin Qushai, Bahr bin Umar, dan Syasy bin Adi. Lalu mereka berbincang dan beliau mengajak mereka masuk Islam dan memperingatkan mereka akan siksa Allah. Lalu mereka berkata, ‘Engkau tidak bisa membuat kami takut wahai Muhammad. Karena demi Allah, kami adalah anak-anak dan kekasih Allah sebagaimana dikatakan orang-orang Nasrani terhadap diri mereka.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Orang Yahudi dan Nasrani berkata,’Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.’ ..”
Ibnu Ishaq juga meriwayatkan dari lbnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah mengajak orang-orang Yahudi masuk Islam, namun mereka tidak mau. Maka Mu’adz bin Jabal dan Sa’ad bin Ubadah berkata kepada mereka, ‘Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Demi Allah, kalian sebenarnya tahu bahwa beliau adalah rasul Allah. Sungguh kalian telah menyebutkan tentang beliau dan sifat-sifat yang sesuai dengan beliau kepada kami sebelum beliau diutus.’ Maka Rafi’ bin Huraimalah dan Wahab bin Yahudza berkata, ‘Kami tidak pernah mengatakan tentang hal itu sama sekali. Dan setelah Musa, Allah tidak lagi menurunkan Kitab dan tidak mengutus seorang rasul sebagai pemberi peringatan dan pembawa berita gembira.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu….”(al-Maa’idah: 15)”
Ayat 33
اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ٣٣
33. Balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya serta membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu merupakan kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat (kelak) mereka mendapat azab yang sangat berat,212)
212) Ayat ini berkenaan dengan penjelasan Allah Swt. tentang ḥirābah, yaitu tindak kekerasan secara terang-terangan untuk mengambil harta, membunuh, dan menimbulkan rasa takut, seperti perampokan dan terorisme.
Asbabun Nuzul
lbnu Jarir meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa Abdul Malik bin Marwan mengirim surat kepada Anas untuk menanyakan tentang ayat, “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya….” Anas membalas surat tersebut dan memberi tahunya bahwa ayat ini turun pada orang-orang Urniy. Yaitu ketika mereka keluar dari Islam, membunuh penggembala, dan membawa untanya…
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Jarir hadits yang serupa dengannya. Abdurrazzaq juga meriwayatkan dari Abu Hurairah hadits yang serupa.
Ayat 38-39
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٣٨ فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣٩
38. Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
39. Maka, siapa yang bertobat setelah melakukan kezaliman dan memperbaiki diri, sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Asbabun Nuzul
Ahmad dan yang lain meriwayatkan dari Abdullah bin Amr, dia berkata,”Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita mencuri, lalu tangan kanannya dipotong. Kemudian dia bertanya, ‘Apakah saya masih bisa bertobat wahai Rasulullah?’ Maka Allah menurunkan firman-Nya dalam surah al-Maa’idah, barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (aIMaa’idah: 39)
Ayat 41
۞ يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اٰمَنَّا بِاَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا ۛ سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ سَمّٰعُوْنَ لِقَوْمٍ اٰخَرِيْنَۙ لَمْ يَأْتُوْكَ ۗ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ مِنْۢ بَعْدِ مَوَاضِعِهٖۚ يَقُوْلُوْنَ اِنْ اُوْتِيْتُمْ هٰذَا فَخُذُوْهُ وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوْا ۗوَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ فِتْنَتَهٗ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهٗ مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَمْ يُرِدِ اللّٰهُ اَنْ يُّطَهِّرَ قُلُوْبَهُمْ ۗ لَهُمْ فِى الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖوَّلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ٤١
41. Wahai Rasul (Muhammad), janganlah engkau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera dalam kekufuran, yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman, dan juga orang-orang Yahudi. (Mereka adalah) orang-orang yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong lagi sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah firman-firman (Allah) setelah berada di tempat-tempat yang (sebenar)-nya. Mereka mengatakan, “Jika ini yang diberikan kepada kamu, terimalah. Jika kamu diberi yang bukan ini, hati-hatilah.” Siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, maka sekali-kali engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang sangat berat.
Asbabun Nuzul
Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat ini turun pada dua kelompok Yahudi yang ketika masa jahiliah salah satunya lebih mulia dan dapat mengalahkan kelompok satunya. Akhirnya mereka sepakat bahwa jika ada orang dari golongan yang kalah yang dibunuh oleh orang yang mulia, maka diyatnya adalah lima puluh wasaq. Sedangkan orang mulia yang dibunuh oleh orang kalah, maka diyatnya adalah seratus wasaq. Mereka terus melakukan hal itu. Ketika Rasulullah datang, ada seseorang dari kelompok yang kalah membunuh seseorang dari kelompok orang-orang mulia. Maka, orang-orang mulia tersebut mengutus seseorang untuk meminta seratus wasaq dari mereka. Namun kelompok orang-orang yang kalah berkata, ‘Apakah pernah ada dua kampung yang agama mereka sama, asal keturunan mereka sama, dan negeri mereka sama, namun diyat yang harus dibayar salah satunya hanya setengah dari diyat yang lain? Kami memberikannya karena kezaliman kalian, dan karena kami takut dari kalian. Namun setelah Muhammad datang, maka kami tidak akan memberikannya.’ Karena hal itu, peperangan pun hampir terjadi di antara mereka. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan Rasulullah sebagai pemutus perselisihan mereka. Lalu mereka mengirimkan beberapa orang munafik untuk menguji pendapat beliau. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya.
Ahmad, Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi saw. berpapasan dengan orang-orang Yahudi yang membawa seseorang dari kalangan mereka yang dihukum dengan dijemur dan dicambuk. Lalu beliau bertanya kepada mereka, ‘Apakah seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau memanggi salah seorang dari pendeta mereka dan berkata, ‘Saya menyumpahmu dengan nama Allah yang menurunkan Taurat kepada Musa, apakah benar-benar seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, sebenarnya bukan itu hukumannya. Seandainya engkau tidak menyumpahku dengan hal itu,. tentu aku tidak memberi tahumu. Di dalam Kitab kami, kami dapati hukuman zina adalah rajam. Akan tetapi karena orang-orang terhormat dari kami banyak yang melakukannya, maka jika salah seorang dari mereka melakukannya, kami pun membiarkannya. Jika orang yang lemah melakukannya, maka kami menerapkan hukuman itu atasnya. Lalu kami katakan kepada mereka semua,”Mari kita tetapkan hukuman yang kita berlakukan untuk orang yang terhormat dan orang Iemah.’ Maka, kami sepakat untuk menghukum pelaku zina dengan menjemur dan mencambuknya.’ Lalu Nabi saw. bersabda, ‘Ya Allah, kami adalah orang-orang pertama yang menghidupkan kembali perintah-Mu yang telah mereka matikan.’ Lalu beliau memerintahkan agar orang Yahudi itu dirajam. Akhirnya, rajam pun diberlakukan atasnya. Lalu turunlah firman Allah, ‘Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. . . , “hingga firman-Nya; ‘Mereka mengatakan, ‘Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah….” (al-Maaidah: 41) Maksudnya, mereka berkata, ‘Datangilah Muhammad, jika dia menfatwakan bahwa hukuman zina adalah dipanaskan dan dicambuk, maka kita terima. Namun jika dia menfatwakan rajam, maka hati-hatilah.’ Hingga firman-Nya, ‘…maka mereka itulah orang-orang zalim.” (al-Maa’idah: 45)
Al-Humaidi meriwayatkan di dalam musnadnya, dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, “Seorang lelaki dari Fadak melakukan zina. Lalu penduduk Fadak mengirim sunat kepada orang-onang di Madinah yang isinya, ‘Tanyakan kepada Nabi Muhammad saw. Tentang hukuman zina. Jika dia memerintahkan untuk dicambuk, maka terimalah. Namun jika dia memerintahkan untuk dirajam, maka jangan diterima.’ Orang-orang yang di Madinah itu bertanya kepada Rasulullah. Lalu menetapkan sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas. Maka, pelaku zina itu pun akhirnya dirajam. Lalu turunlah firman Allah, ‘…Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka (al-Maaidah:42)
Al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwwah juga meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah.