Ayat 1
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ١
1. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendahului Allah dan Rasul-Nya698) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
698) Maksudnya adalah bahwa orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan suatu hukum sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya dalam hal yang dimungkinkan adanya penjelasan dari Allah atau Rasul-Nya.
Asbabun Nuzul
Imam Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Abdullah ibnu Az-Zubair mengatakan kepadanya, “Suatu ketika sekelompok orang dari Bani Tamim datang menghadap Rasulullah . Abu Bakar lalu berkata, ‘Jadikanlah Al-Qa’qa’ bin Ma’bad sebagai pemimpinnya.’ Akan tetapi, Umar berkata, ‘Tidak, tetapi yang lebih tepat (dijadikan pemimpinnya) adalah Al-Aqra bin Habis.’ Mendengar ucapan Umar itu, Abu Bakar berkata, ‘Engkau sebenarnya hanya ingin berbeda pendapat dengan saya.” Akan tetapi Umar menjawab, ‘Saya tidak bermaksud menentang pendapat engkau.’ Keduanya lantas terlibat perdebatan hingga intonasi suara mereka meninggi. Berkenaan dengan kejadian itu, turunlah ayat ini sampai ayat 5.
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Al-Hasan, “Pada hari raya Kurban, diantara para sahabat ada yang menyembelih kurbannya sebelum Rasulullah. Rasulullah lantas menyuruh mereka untuk mengulangi kurbannya kembali. Setelah itu, turunlah ayat ini, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…”
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dengan lafazh, “Ada seorang laki-laki yang menyembalih kurbannya sebelum shalat (Idul Adha). Sebagai responnya, turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…”
Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab Al-Ausath dari Aisyah yang berkata, “Ada beberapa orang yang memajukan datangnya bulan baru sehingga mereka berpuasa sebelum Nabi Saw. Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, “Disampaikan kepada kami bahwa beberapa orang sahabat pernah berkata, ‘Jika saja Allah menurunkan ini dan itu.’ Allah lantas menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…”
Ayat 2
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ ٢
2. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain. Hal itu dikhawatirkan akan membuat (pahala) segala amalmu terhapus, sedangkan kamu tidak menyadarinya.
Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Diantara sahabat ada yang mengeraskan suara dalam berbicara (dengan Rasulullah). Allah lalu menurunkan ayat ini.”
Ayat 3
اِنَّ الَّذِيْنَ يَغُضُّوْنَ اَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ امْتَحَنَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْ لِلتَّقْوٰىۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ عَظِيْمٌ ٣
3. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Muhammad bin Tsabit bin Qais bin Syamas yang berkata, “Tatkala turun ayat 2, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi,…” Tsabit bin Qais terlihat duduk di tengah jalan sambil menangis. Tidak lama berselang, Ashim Bin Uday bin Ajlan lewat dihadapannya. Ashim lalu bertanya. “Kenapa engkau menangis?’ Tsabit menjawab, ‘Karena ayat ini. Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya karena saya adalah seorang yang bersuara keras dalam berbicara.’ Ashim lantas melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Beliau kemudian memanggil Tsabit dan berkata, ‘Sukakah engkau hidup dalam kesulitan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?’ Tsabit segera menjawab, “Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dari Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara Rasulullah.’ Allah lalu menurunkan ayat 3, ‘Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya disisi Rasulullah,…’ “
Ayat 4
اِنَّ الَّذِيْنَ يُنَادُوْنَكَ مِنْ وَّرَاۤءِ الْحُجُرٰتِ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ ٤
4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Nabi Muhammad) dari luar kamar(-mu), kebanyakan mereka tidak mengerti.
Asbabun Nuzul
Imam Ath-Thabrani dan Abu Ya’la dengan sanad yang berkualitas hasan meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “Beberapa orang badui datang ke dekar kamar Rasuullah dan mulai memanggil-manggil, ‘Wahai Muhammad! Wahai Muhammad!’ Allah lantas menurunkan ayat ini.”
Abdurrazzaq meriwayatkan dari Muammar dari Qatadah bahwa seorang laki-laki mentangi rumah Rasulullah saw dan berkata dengan suara keras, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah keburukan.” Rasulullah lantas keluar menemuinya seraya berkata, “Celakalah engkau, hal seperti itu hanya untuk Allah swt..” selanjutnya, turunlah ayat ini.
Hadits diatas berstatus mursal. Akan tetapi, ia didukung dengan beberapa riwayat lain yang marfu’, antara lain sebagai berikut. Hadits dari Barra dan lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, namun tanpa menyebutkan turunnya ayat. Riwayat dari Ibnu Jarir dari Al-Hasan.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aqra’ bin Habis bahwa ia memanggil Nabi saw dari balik dinding kamar, tetapi beliau tidak menyahut. Ia lantas berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah keburukab.” Rasulullah lantas menjawab, “Hal yang seperti itu hanya untuk Allah.”
Ibnu jarir dan lainnya meriwayatkan dari Aqra’ bahwa ia mendatangi Nabi saw dan berkata, “Wahai Muhammad, keluarlah dan temui kami!” Sebagai responnya, turunlah ayat ini.
Ayat 6-8
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ٦ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرّٰشِدُوْنَۙ ٧ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَنِعْمَةً ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٨
6. Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu. 7. Ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Seandainya dia menuruti (kemauan)-mu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Akan tetapi, Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran. 8. (Itu) sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Asbabun Nuzul
Imam Ahmad dab lainnya meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Harits bin Dhirar Al-Khuza’I yang berkata, “Suatu ketika, saya mendatangi Rasulullah. Beliau pun menyeru saya masuk Islam dan saya menyambutnya. Setelah itu, beliau menyeru saya untuk membayar zakat dan saya langsung menyetujuinya. Saya kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan saya kembali ke tengah-tengah kaum saya agar saya dapat menyeru mereka kepada Islam dan menunaikan Zakat. Bagi mereka yang memenuhi seruan saya itu maka saya akan mengumpulkan zakat mereka. Setelah itu, hendaklah engkau mengutus seorang utusanmu ke Iban dan disana saya akan menyerahkan zakat yang terkumpul tersebut.” Setelah Harits menghimpun zakat dari kaumnya, ia lalu berangkat ke Iban. Akan tetapi, sesampainya disana ternyata ia tak menemukan utusan Rasulullah. Harits langsung menyangka bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat (Allah dan Rasulullah) marah kepadanya. Lalu ia mengumpulkan para pemuka kaumnya dan berkata, “Sesngguhnya Rasulullah sebelumnya telah menetapkan waktu di mana beliau akan mengirimkan utusan untuk menjemput zakat yang telah saya himpun ini. Rasulullah tidak mungkin mungkir janji. Utusan beliau tidak mungkin tidak datang kecuali disebabkan adanya sesuatu yang membuat beliau marah. Oleh sebab itu, mari kita menghadap kepada Rasulullah.” Sementara itu, Rasulullah mengutus Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat dari kaum Harits. Namun, ketika baru berjalan beberapa lama, timbul perasaan takut dalam diri Walid sehingga ia kembali pulang (ke Madinah). Sesampainya di hadapan Rasulullah, ia berkata, “Sesungguhnya Harits menolak untuk menyerahkan zakat yang dijanjikannya. Bahkan, ia juga bermaksud membunuh saya.” Mendengar hal itu, Rasulullah segera mengirim utusan untuk menemui Harits. Ketika melihat utusan itu, Harits dan kaumnya dengan cepat menghampiri mereka seraya bertanya, “Kemana kalian diutus?” Utusan Rasulullah itu menjawab, “Kepadamu.” Harits bertanya, “Kenapa?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Walid bin Uqbah kepadamu. Akan tetapi, ia melaporkan bahwa engkau menolak menyerahkan zakat dan juga bermaksud membunuhnya.” Dengan kaget, Harist menjawab, “Demi Allah yang mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, saya sungguh tidak melihatnya dan ia tidak pernah mendatangi saya.” Pada saat Harits menemui Rasulullah, beliau langsung berkata, “Apakah engkau memang menolak untuk menyerahkan zakatmu dan juga bermaksud membunuh utusan saya?” Ia menjawab, “Demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, saya tidak pernah melakukannya.” Tidak lama berselang, turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya,…” hingga ayat 8, “Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Para perawi hadits ini adalah orang-orang terpercaya.
Imam Ath-Thabrani juga meriwayatkan hal serupa dari Jabir bin Abdullah, Alqamah bin Najiyah dan ummu Salamah. Selain itu, Ibnu Jarir juga, meriwayatkannya dari Al-‘Ufi dari Ibnu Abbas.