MASIGNASUKAv102
1212694102616477524

33. Surat Al-Ahzab

Ayat 1

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللّٰهَ وَلَا تُطِعِ الْكٰفِرِيْنَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًاۙ ١

1.  Wahai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah engkau menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Juwaibir dari Adh-Dhahak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa orang-orang Mekkah diantaranya Al-Walid bin Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah mengajak kepada Nabi Saw. Untuk meninggalkan dakwahnya dengan perjanjian akan diberikan setengah harta benda mereka sedang kaum munafikin dan Yahudi Madinah menakut-nakuti Rasulullah dengan ancaman akan membunuhnya jika tidak meninggalkan dakwahnya. Maka turunlah ayat ini yang memperingatkan Nabi untuk tidak mengikuti orang-orang kafir dan munafikin.


Ayat 4

مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ مِّنْ قَلْبَيْنِ فِيْ جَوْفِهٖ ۚوَمَا جَعَلَ اَزْوَاجَكُمُ الّٰـِٕۤيْ تُظٰهِرُوْنَ مِنْهُنَّ اُمَّهٰتِكُمْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ ٤

4.  Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya, Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia pun tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa pada suatu hari disaat Nabi Saw. Salat terlintas didalam hatinya, ucapan-ucapan kaum munafikin yang salat bersamanya, bahwa mereka mempunyai dua hati. Satu hati bersama orang kufur (kafir) dan yang satunya lagi bersama orang beriman. Maka Allah menurunkan ayat ini yang menegaskan bahwa Allah tidak menciptakan dua hati bagi manusia. (Tirmidzi menganggap hasan hadits ini)

Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Khashif yang bersumber dari Sa’id bin Jubairm Mujahid dan Ikrimah bahwa ada seorang laki-laki didesas-desuskan berhati dua. Maka turunlah ayat ini sebagai bantahan mengenai desas-desus itu. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Qatadah yang bersumber dari Al-Hasan, dengan tambahan bahwa orang-orang itu berkata: “Aku ini punya hati yang dapat menyuruhku dan hati yang melarangku”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Najih yang bersumber dari Mujahid, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki Bani Fahm yang berkata: “Sesungguhnya didalam rongga dadaku terdapat dua hati yang keduanya lebih cemerlang dari hati Muhammad.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi, dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang Quraisy dan Bani Jahmin yang bersama Jamil bin Makmar (yang mengaku berhati dua yang lebih cemerlang dari hati Muhammad Saw.


Ayat 5

اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥

5.  Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.607) Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

607) Yang dimaksud dengan maula dalam ayat ini adalah teman dekat.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Umar, dikemukakan bahwa para sahabat biasa memanggil Zain bin Haritsah dengan sebutan “Zaid bin Muhammad”. Ayat ini turun sebagai petunjuk untuk memanggil anak angkat denagn disertai nama bapak kandungnya.


Ayat 9

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ جَاۤءَتْكُمْ جُنُوْدٌ فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيْحًا وَّجُنُوْدًا لَّمْ تَرَوْهَا ۗوَكَانَ اللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرًاۚ ٩

9.  Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan bala tentara (malaikat) yang tidak dapat terlihat olehmu.610) Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

610) Ayat ini menerangkan kisah bala tentara kafir yang dikalahkan dalam Perang Khandaq (Ahzab).

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Hudzaifah, dikemukakan bahwa pada waktu peperangan Al-Ahzab pada malam yang sangat gelap gulita para sahabat Rasulullah bersiap-siap menantikan pasukan musuh. Terlihatlah pasukan yang dipimpin Abu Sufyan berada diatas pasukan kaum Muslimin (diatas bukit), sedangkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah (sekutu Abu Sufyan) berada di bagian bawah (lembah-lembah). Dikhawatirkan mereka akan mengganggu keluarga dan anak kaum muslimin. Pada malam itu angin terasa berhembus dengan sangat kencang, sehingga kaum munafikin meminta kepada Nabi untuk meninggalkan tempat itu dengan alasan rumah mereka kosong, padahal sebenarnya mereka akan melarikan diri. Setiap orang meminta izin kepada Nabi Saw. Diizinkannya mereka dan mereka terus lari bersembunyi. Ketika Nabi memeriksa pasukan kaum muslimin, seorang-seorang sampailah kepada Hudzaifah, dan bersabda: “Cobalah sellidiki keadaan musuh”. Hudzaifah pun berangkat dan melihat angin menghantam perkemahan musuh, sehingga tidak ada sejengkal pun perkemahan yang luput dari serangan angin itu, dan juga mendengar kemah-kemah dan barang-barang terlempar batu yang dibawa angin dan mereka berteriak mengajak kawannya mundur. Kemudian Hudzaifdah menghadap kepada Rasulullah dan melaporkan hal ihwal musuh. Maka turunlah ayat ini sebagai perintah untuk selalu mengingat akan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.


Ayat 12

وَاِذْ يَقُوْلُ الْمُنٰفِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ مَّا وَعَدَنَا اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اِلَّا غُرُوْرًا ١٢

12.  (Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang di hatinya terdapat penyakit berkata, “Apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami hanyalah tipu daya belaka.”

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Baihaqi didalam kitab Ad-Dalail dari Katrsir bin Abdillah Ibnu ‘Amr Al-Muzani, dari bapaknya yang bersumber dari kakeknya, dikemukakan bahwa ketika Rasulullah Saw. Membuat parit (khandaq) diwaktu perang Al-Ahzab, beliau menemukan sebuah batu besar yang bundar berwarna putih (sebagai slah satu isyarat dari Allah Swt.). Rasulullah Saw. Mengambil cangkul dan memukul batu tersebut sehingga retak dan berkilat menerangi seluruh kota Madinah. Beliau bertakbir dan diikuti oleh kaum muslimin. Kemudian memumulkan cangkkul tersebut untuk kedua kalinya sehingga reatk dan berkilatlah batu tersebut menerangi tempat disekitarnya. Nabi bertakbir dan diikuti kaum muslimin. Demikianlah diulangnya sekali lagi sehingga batu itu pecah dan mengeluarkan cahaya yang menerangi tempat disekelilingnya. Beliaupun bertakbir dan diikuti oleh kaum muslimin. Ketika salah seorang sahabat bertanya tentang hal ini, Rasulullah menjawab: “Ketika aku pukul yang pertama kali, tampaklah mahligai Hirah dan Mada-in Kisra (kerajaan Persi), dan Jibril memberitahuku bahwa ummatku akan membebaskan Negara itu. Dan ketika aku memukul yang kedua kalinya tampaklah mahligai merah dari tanah Rum, dan Jibril memberitahukan bahwa umatku akan membebaskan Negara itu. Dan ketika aku memukul untuk ketiga kalinya terlihat pula mahligai kota Shana’a dan Jibril memberiitahukan bahwa ummatku akan membebaskan Negara itu”. Berkatalah kaum kaum munafikin: “Tidaklah kalian heran, ia menceritakan dan memberikan harapan kosong serta menjanjikan kepadamu sesuatu yang tidak benar dan bercerita bahwa ia melihat dari Madinah, mahligai kota Hirah dan Mada-in Kisra yang akan dibebaskan untuk kalian, padahal kalian kini sedang menggali parit karena ketakutan dan tidak sanggup bertempur”. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa diatas.

Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ucapan Mu’tib bin Qusyair Al-Anshari dalam hadits diatas. Ucapan itu ialah bahwa Rasulullah hanyalah memberikan janji kosong.

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dan Al-Baihaqi yang bersumber dari ‘Urwah bin Zubair dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi dan yang lainnya, bahwa Mu’tib bin Qusyair berkata: “Terlintas pada Muhammad bahwa ia akan memakan kekayaan Kisra dan Kaisar, padahal tidak ada seorangpun dari kami yang berani keluar untuk buang air. Kemudian berkatalah Aus bin Qaizhi dihadapan orang banyak: “Izinkanlah kami pulang kepada istri dan keluarga kami, karena rumah kami jauh dari Madinah dan tidak ada yang menjaganya”. Allah menurunkan ayat ini untuk mengingatkan akan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada mereka ketika Allah mencabut bencana yang menimpa mereka. Allah telah memberikan kecukupan kepada mereka walaupun mereka buruk sangka terhadap Allah dan mengucapkan ucapan kaum munafikin yang tidak pantas.


Ayat 23

مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ ٢٣

23.  Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu.614) Mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya)

614) Yang dimaksud dengan menunggu pada ayat ini adalah menunggu salah satu di antara dua kebaikan, yakni menang atau mati syahid.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Muslim dan At-Tirmidzi dan yang lainnya bersumber dari Anas, bahwa Anas An-nadhir (paman Anas bin Malik) tidak ikut serta dalam perang Badar bersama Rasulullah. Ia merasa sangat berdosa karenanya dan berkata: “Dalam peperangan Rasulullah yang pertama aku tidak dapat ikut. Sekiranya Allah menakdirkan aku dapat menyaksikan peperangan bersama Rasulullah Saw. Allah akan menyaksikan apa yang akan kuperbuat”. Ia pun turut berjihad dalam Perang Uhud dan gugur sebagai Syahid. Dibadannya terdapat lebih dari delapan puluh luka bekas pukulan, tusukan tombak dan bekas panah. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai pujian terhadap orang yang menunaikan janjinya.


Ayat 29

وَاِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالدَّارَ الْاٰخِرَةَ فَاِنَّ اللّٰهَ اَعَدَّ لِلْمُحْسِنٰتِ مِنْكُنَّ اَجْرًا عَظِيْمًا ٢٩

29.  Jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan negeri akhirat, sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu.”

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dan An-Nasai dari Abi Az-Zubair yang bersumber dari Jabir, dikemukakan bahwa Abu Bakar meminta izin bicara kepada Rasulullah Saw. Akan tetapi ditolaknya. Demikian pula Umar yang juga ditolaknya. Tak lama kemudian kedua-duanya diberi izin masuk disaat Rasulullah Saw. Duduk terdiam dikelilingi istri-istrinya (yang menuntut nafkah dan perhiasan). Umar bermaksud menggoda Rasulullah agar dapat tertawa dengan berkata: “Ya Rasulullah, sekiranya putri Zaid istri Umar (istriku) meminta belanja, akan kupenggal lehernya”. Maka tertawa lebarlah Rasulullah Saw. Dan bersabda: “Mereka ini yang ada disampingku meminta nafkah kepadaku”. Maka berdirilah Abu Bakar menghampiri ‘Aisyah untuk memukulnya dan juga demikian Umar menghampiri Hafshah sambil keduanya berkata: “Engkau meminta yang tidak ada pada Rasulullah”. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai petunjuk kepada Rasulullah agar istrinya menentukan sikap (memilih Rasul atau harta benda). Beliau mulai bertanya kepada ‘Aisyah tentang pilihanya dan menyuruh bermusyawarah lebih dahulu dengan kedua ibu bapaknya”. ‘Aisyah menjawab: “Apa yang mesti kupilih?” Rasulullah membacakan ayat ini. Dan ‘Aisyah menjawab: “Apakah soal yang berhubungan dengan tuan mesti kumusyarahkan dengan ibu bapakku? Padahal aku sudah menetapkan pilihan yaitu aku memilih Allah dan Rasul-Nya.


Ayat 35

اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ٣٥

35.  Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ummu ‘Imarah Al-Anshari, dikemukakan bahwa Ummu ‘Imarah Al-Anshari (seorang muslimah) mengahadap Rasulullah Saw. Dan berkata: “Selalu kulihat segala sesuatu yang ada ini hanya untuk laki-laki saja, dan tidak pernah wanita disebut-sebut”. Maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh Allah untuk pria dan wanita yang Mukmin dan Muslim

Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas dan telah diterangkan pula dalam hadits Ummu Salamah di Surat Ali Imram ayat 195. Dikemukakan bahwa para wanita berkata: “:Ya Rasulullah! Mengapa yang disebut-sebut itu hanya Mukmin saja dan tidak disebut Mikminat?”. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa sebenarnya berlaku bagi pria ataupun wanita. (dengan sanad yang dianggap memadai)

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Qatadah, bahwa ketika disebut dalam Al-Qur’an istri-istri Rasulullah Saw. Berkata wanita-wanita: “Jika disediakan kebaikan bagi kaum wanita tentu akan disebut di dalam Al-Qur’an. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa diatas.


Ayat 36

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ ٣٦

36.  Tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. Melamar Zainab untuk Zaid, tetapi Zainab mengira bahwa Rasulullah melamar untuk dirinya. Ketika Zainab itu tahu bahwa Rasulullah melamar untuk Zaid, ia menolaknya. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut yang melarang kaum mukminin menolak ketetapan Rasul-Nya. Setelah turun ayat ini Zainab pun menerima lamaran itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. Melamar Zainab binti Jahsyi untuk Zaid bin Haritsah, akan tetapi ditolak dan berkata dengan sombongnya: “Keturunanku lebih mulia darinya”. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa diatas sebagai perintah untuk menerima ketetapan Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Jarir dari Al-Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abi Mu’aith, seorang wanita pertama yang hijrah ke Madinah, yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. Untuk dikawini. Nabi Saw. Akan mengawinkannya kepada Zaid bin Haritsah akan tetapi Ummu Kaltsum dan saudara-saudaranya tidak menyukainya. Mereka berkata: “Kami menyerahkan diri kepada Rasulullah Saw. Tapi mengapa justru dikawinkan kepada hambanya”.


Ayat 37

وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا ٣٧

37.  (Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Anas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa Zainab binti Jahsyi dan Zaid bin Haritsah. Diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber dari Anas, bahwa Zaid bin Haritsah mengadu kepada Nabi Saw. Tentang kelakuan Zainab binti Jahsyi. Bersabdalah Rasulullah Saw. “Tahanlah istrimu”. Maka turunlah ayat ini yang mengingatkan Rasulullah akan sesuatu yang tetap dirahasiakan oleh dirinya yang telah diberitahukan oleh Allah. Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan An-Nasai, bahwa ketika telah habis iddah Zainab (setelah dicerai oleh Zaid), bersabdalah Rasulullah Saw. Kepada Zaid: “Pergilah engkau kepada Zainab dan terangkanlah kepadanya bahwa aku akan mengawininya”. Berangkatlah Zaid memberitahukan maksud Rasulullah. Zainab pun menjawab: “Aku tidak akan berbuat apa-apa sebelum meminta pertimbangan dari Tuhanku”. Ia pergi ke tempat sujudnya. Setelah turun ayat ini, datanglah Rasulullah Saw. Mengawininya tanpa menunggu persetujuannya. Pada waktu itu para sahabat dijamu makan roti dan daging walimah dan berangsur pulang, hanya tinggal beberapa orang saja bercakap-cakap disana. Keluar masuklah Rasulullah kerumah istrinya dan Zaid pun mengikutinya. Beberapa kemudian diberitahukan bahwa semua orang sudah meninggalkan rumah Zainab. Maka pergilah Rasulullah Saw. Dan mendapatkan Zainab diikuti oleh Zaid. Akan tetapi Rasulullah saw. Dihalangi dengan hijab. Turun pula (Q.S. Al-Ahzab ayat 53) berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai larangan kepada kaum muslimin untuk memasuki Rasulullah kecuali dengan izinnya.


Ayat 40

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ ٤٠

40.  Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang bersumber dari ‘Aisyah, bahwa ketika Rasululah Saw kawin dengan Zainab, orang banyak ribut membincangkannya; “Muhammad kawin dengan bekas istri anaknya”. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Zaid bukan putra Rasulullah.


Ayat 43

هُوَ الَّذِيْ يُصَلِّيْ عَلَيْكُمْ وَمَلٰۤىِٕكَتُهٗ لِيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا ٤٣

43.  Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari berbagai kegelapan menuju cahaya (yang terang benderang). Dia Maha Penyayang kepada orang-orang mukmin.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Abdu bin Hamid yang bersumber dari Mujahid, bahwa ketika turunnya ayat “innallaha wa malaikatahu yushalluna ‘alan nabi” (Surat Al-Ahzab: 56) berkatalah Abu Bakar: “Ya Rasulullah segala kebaikan yang diturunkan Allah tuan kami pun turut merasakannya”. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Ahzab: 43) yang menegaskan bahwa Allah memberikan rahmat kepada seluruh kaum Mukminin.


Ayat 47

وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِاَنَّ لَهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَضْلًا كَبِيْرًا ٤٧

47.  Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan Hasan Al-Bishri, bahwa ketika turun ayat “Liyaghfira lakallahu ma taqaddama min dzambika wa ma taakhkhara” (surat Al-Fath: 2), berkata kaum mukminin: “Beruntunglah tuan ya Rasulullah, kami telah tahu apa yang akan Allah perbuat terhadap tuan, tapi apa yang akan Allah lakukan terhadap kami?”. Maka Allah menurunkan “Liyudkhilal mu’minima wal mu’minati jannatin” sampai akhir surat (Surat Al-Fath: 5) dan ayat tersebut (Surat Al-Ahzab: 47) yang menjanjikan surga bagi kaum Mukminin.

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab dalailun nubuwwah yang bersumber dari Ar-Rabi’ bin Anas, bahwa ketika turun ayat “Wama adri ma yaf’alu bi wala bikum” (Surat Al-Ahqaf: 9) dan “liyaghfira lakallahu ma taqaddama min dzambika wa ma taakhkhara” (surat Al-Fath: 2) para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, kami telah mengeteahui apa yang akan diperbuat Allah terhadap tuan, tapi kami tidak tahu apa yang akan Allah perbuat terhadap kami”. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Ahzab: 47) yang menegaskan bahwa karunia yang besar disediakan bagi kaum Mukminin. Ditegaskan dengan karunia yang besar itu adalah surga.


Ayat 50

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥٠

50.  Wahai Nabi (Muhammad) sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki dari apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dianugerahkan Allah untukmu dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukminat yang menyerahkan dirinya kepada Nabi jika Nabi ingin menikahinya sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk orang-orang mukmin (yang lain). Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan dan dihasankan oleh At-Tirmidzi dan diriwayatkan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari As-Suddi dari Abi SHaleh dari Ibnu Abbas yang bersumber dari Ummu Hani binti Abi Thalib, bahwa Rasulullah Saw. meminang Ummu Hani binti ABi Thalib, tapi ia menolaknya. Rasulullah pun menerima penolakan itu. Setelah kejadian ini, turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa wanita yang tidak turut berhijrah tidak halal dikawin oleh Rasulullah. Sehubungan dengan ini, Ummi Hani berkata: “Aku tidak halal dikawin Rasulullah selama-lamanya karena aku tidak pernah berhijrah”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Isma’il bin Abi Khalid dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ummu Hani, dikemukakan bahwa ayat “wa banaati ‘ammika wa banati ‘ammatika wa banati khalika wa banati khalatikal lati hajrna ma’aka” (surat Al-Ahzab: 50) sebagai larangan kepad aNabi untuk mengawini Ummu Hani yang tidak turut hijrah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang bersumber dari ‘Ikrimah, dikemukakan bahwa firman Allah “wamraatan mu’minatan” (Surat Al-Ahzab: 50) turun berkenaan dengan Ummu Syarik Ad-Dausyiyah yang menghibahkan dirinya kepad Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Munir bin Abdillah Ad-Dauli, bahwa Ummu Syarik Ghaziah binti Jabir bin Hakim Ad-Daisyiyah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. (untuk dikawin). Ia seorang wanita yang cantik dan Rasulullah menerimanya. Berkatalah ‘Aisyah: “Tak ada baiknya seorang wanita yang menyerahkan diri kepada seorang laki-laki (untuk dikawin). Berkatalah Ummu Syarik: “Kalau bergitu akulah yang kau maksudkan”. Maka Allah memberikan julukan mukminah keapdanya dengan firman-Nya: “wamraatan mu’minatan inwahabat nafsaha linnabiyyi” (Surat Al-Ahzab: 5). Setelah turun ayat ini berkatalah ‘Aisyah; “Sesungguhnya Allah mempercepat mengabulkan kemauanmu”.


Ayat 51

۞ تُرْجِيْ مَنْ تَشَاۤءُ مِنْهُنَّ وَتُـْٔوِيْٓ اِلَيْكَ مَنْ تَشَاۤءُۗ وَمَنِ ابْتَغَيْتَ مِمَّنْ عَزَلْتَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكَۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَنْ تَقَرَّ اَعْيُنُهُنَّ وَلَا يَحْزَنَّ وَيَرْضَيْنَ بِمَآ اٰتَيْتَهُنَّ كُلُّهُنَّۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَلِيْمًا ٥١

51.  Engkau (Nabi Muhammad) boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang engkau kehendaki di antara mereka (para istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa (di antara mereka) yang engkau kehendaki. Siapa yang engkau ingini untuk menggaulinya kembali dari istri-istrimu yang telah engkau sisihkan, tidak ada dosa bagimu. Itu adalah lebih dekat untuk menyenangkan hati mereka. Mereka tidak merasa sedih dan mereka semua rela dengan apa yang telah engkau berikan kepada mereka. Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.618)

618) Menurut riwayat, pada suatu ketika istri-istri Nabi Muhammad saw. ada yang cemburu dan ada yang meminta tambahan belanja. Maka, Nabi Muhammad saw. memutuskan hubungan dengan mereka sampai sebulan lamanya. Oleh karena takut diceraikan Nabi, mereka datang kepada Nabi menyatakan kerelaannya atas apa saja yang akan diperbuat Nabi terhadap mereka. Turunnya ayat ini memberikan izin kepada Nabi untuk menggauli atau tidak menggauli istri yang dikehendakinya serta merujuk istri-istrinya, jika sudah ada yang diceraikannya.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani yang bersumber dari ‘Aisyah, bahwa ‘Aisyah berkata: “Apakah wanita tidak malu bila menyerahakn dirinya (untuk dikawin)?”. Allah mewahyukan firman-Nya “turji man tasya’u” sampai akhir ayat (surat Al-Ahzab: 51) yang memberikan kebabasan kepada Rasulullah untuk menetapkan giliran tinggal bersama istrinya. Kemudian ‘Aisyah berkata: “Aku melihat Tuhanmu mempercepat mengabulkan keinginanmu”.

Diriwayatkan oleh Ibu Sa’d dari Abi Razin, bahwa Rasulullah Saw. Pernah bermaksud mentalak beberapa istrinya. Ketika mereka mengetahuinya, menyerahakn persoalannya kepada Rasulullah Saw. Ayat ini (Surat Al-Ahzab: 50-51) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memberikan kebebasan kepada Rasulullah saw. Untuk menetapkan kebijaksanaan mengenai istri-istrinya itu.


Ayat 52

لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاۤءُ مِنْۢ بَعْدُ وَلَآ اَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ اَزْوَاجٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ اِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيْبًا ࣖ ٥٢

52.  Tidak halal bagimu (Nabi Muhammad) menikahi perempuan-perempuan (lain) setelah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain) meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang engkau miliki. Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Sa’id yang bersumber dari ‘Ikrimah, bahwa setelah Rasulullah saw. Menyuruh istrinya memilih antara dunia dan segala kemewahanya dengan Allah dan Rasul-Nya, terbuktilah istri-istrinya memilih Allah dan Rasul-Nya.


Ayat 53

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتَ النَّبِيِّ اِلَّآ اَنْ يُّؤْذَنَ لَكُمْ اِلٰى طَعَامٍ غَيْرَ نٰظِرِيْنَ اِنٰىهُ وَلٰكِنْ اِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَاِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوْا وَلَا مُسْتَأْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍۗ اِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيٖ مِنْكُمْ ۖوَاللّٰهُ لَا يَسْتَحْيٖ مِنَ الْحَقِّۗ وَاِذَا سَاَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَسْـَٔلُوْهُنَّ مِنْ وَّرَاۤءِ حِجَابٍۗ ذٰلِكُمْ اَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّۗ وَمَا كَانَ لَكُمْ اَنْ تُؤْذُوْا رَسُوْلَ اللّٰهِ وَلَآ اَنْ تَنْكِحُوْٓا اَزْوَاجَهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖٓ اَبَدًاۗ اِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمًا ٥٣

53.  Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi, kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya),619) tetapi jika kamu diundang, masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar). Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Kamu tidak boleh menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah Nabi (wafat). Sesungguhnya yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah.

619) Ayat ini melarang sahabat masuk ke rumah Rasulullah untuk makan sambil menunggu-nunggu waktu makannya Rasulullah.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Asy-Syakkhani dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. Menikah dengan Zainab binti Jahsyin, beliau mengundang sahabatnya makan-makan (walimah). Setelah selesai makan mereka pun terus beromong-omong, sehingga Rasulullah memberiu isyarat dengan seolah-olah akan berdiri meninggalkan mereka dan diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang yang lainnya masih bercakap-cakap. Setelah semuanya pulang, Anas memberitahukannya kepada Rasulullah Saw. Dan Rasulullah Saw. Pulang ke rumah Zainab, dan ia mengikutinya masuk. Kemudian Rasulullah memasang hijab/penutup. Berkenaan dengan peristiwa tersebut maka turunlah ayat ini yang melarang masuk ke rumah Nabi Saw. Sebelum mendapar izin serta berlama-lama tinggal berada di rumah Nabi.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang menganggap hadits ini hasan yang bersumber dari Anas, bahwa Anas pernah berkumpul bersama Rasulullah Saw. Pada waktu itu Rasulullah masuk ke kamar pengantin wanita (yang baru dinikahinya). Tetapi dalam kamar itu banyak orang sehingga ia keluar lagi. Setelah orang-orang itu pulang, barulah masuk kembali dan beliau membuat hijab (penghalang) antara Rasulullah (serta istrinya) dengan Anas. Kejiadian ini diterangkan oleh Anas kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata: “Jika betul apa yang engkau katakana tentu akan turun ayat tentang ini”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayatul hijab (Surat Al-Ahzab: 53)

Diriwayatkan oleh At-Thabrani dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Aisyah, bahwa ketika ‘Aisyah sedang makan beserta Rasulullah Saw. Masuklah Umar dan diajaknya oleh Rasulullah makan bersama. Ketika itu tersentuhlah jati Aisyah oleh Umar, sehingga berkata: “Aduhai sekiranya usul saya diterima (untuk memasang hijab), tak seorang pun yang dapat melihat istrimu”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (Al-Ahzab: 53)

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. Dan berlama-lama ditempat itu duduk sehingga Nabi Saw. Keluar sampai tiga kali agar orang itu mengikutinya keluar, akan tetapi ia tetap tidak keluar. Ketika itu masuklah Umar yang memperlihatkan rasa kebencian di mukanya. Ia berkata kepada orang itu: “Mungkin engkau telah mengganggu Rasulullah.” Bersabdalah Nabi saw.: “Aku telah berdiri tiga kali agar orang itu mengikutiku, akan tetapi ia tidak melakukannya”. Berkata Umar: “Wahai Rasulullah, bagaimana kiranya tuan membuat hijab, karena istri tuan bukan seperti istri-istri yang lain. Hal ini akan lebih menentramkan dan mensucikan hati mereka”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayatul hijab (surat Al-Ahzab: 53).

Keterangan:

Menurut AL-Hafizh Ibnu Hajar, peristiwa-peristiwa diatas dapat digabungkan untuk menjadi asbabun nuzul ayat itu, yang semuanya terjadi sebelum kisah Zainab. Karena peristiwa-peristiwa itu tidak lama sebelum kisah Zainab terjadi, maka uraian asbab nuzul ayat ini disandarkan kepada kisah Zainab dan tidak ada halanngan turunnya ayat ini karena berbagai sebab.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin Ka’ab, bahwa apabila Rasulullah Saw. Bangkit menuju rumahnya, orang-orang berebut duduk di rumah Rasulullah Saw. Dan dari wajahnya tidak tampak adanya perubahan. Oleh karena itu, Rasulullah tidak sempat makan karena banyaknya orang. Turunlah ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) sebagai peringatan kepada orang-orang yang memasuki rumah Rasulullah tanpa mengenal waktu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid, bahwa Rasulullah Saw. Mendengar ucapan orang yang berkata: “Jika Nabi wafat, aku akan kawin dengan fulanah (bekas istri Rasul)”. Maka turunlah akhir ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) sebagai larangan untuk mengawini bekas istri Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan seseorang yang bermaksud mengawini salah seorang bekas istri Rasulullah Saw. Sesudah Nabi wafat. Menurut Sufyan yang dimaksud dengan istri Rasul itu adalah ‘Aisyah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber Dari As-Suddi, bahwa Thalhah bin Ubaidillah berkata: “Mengapa Muhammad membuat hijab antara kita dengan putri paman kita, padahal ia sendiri mengaawini istri-istri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengawini bekas istrinya”. Maka turunlag akhir ayat ini (Surat Al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan tersebut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Sa’d yang bersumber dari Abi Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm, bahwa ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan ucapan ‘Ubaidillah yang berkata: “Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengawini ‘Aisyah”. Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa laki-laki datang kepada seorang istri Rasululah Saw. Dan bercakap-cakap dengannya. Laki-laki itu adalah anak paman istri Rasulullah. Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah kamu berbuat lagi seperti ini”. Berkatalah orang itu: “Ya Rasulullah, ia adalah putri pamanku. Demi Allah tidak berkata yang munkar dan ia pun tidak pula berkata munkar”. Rasulullah Saw. Bersabda: “Aku tahu hal itu, tak ada yang lebih cemburu dari pada Allah, dan tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripadaku”. Dengan rasa dongkol orang itupergi dan berkata: “ia menghalangi aku bercakap-cakap dengan anak pamanku, pasti aku akan kawin dengannya setelah ia wafat”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Ahzab; 53) yang melarang perbuatan itu. Berkatalah Ibnu Abbas: “orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh unta untuk digunakan fisabilillah dan ia naik haji sambil berjalan kaki, dengan maksud tobat daripada omongnnya itu”. Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.


Ayat 57

اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَاَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِيْنًا ٥٧

57.  Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti (menista) Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat dan menyediakan bagi mereka azab yang menghinakan.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Ufi dari Inu Abbas, bahwa ayat ini (Surat Al-Ahzab; 57) turun sebagai ancaman kepada orang-orang yang menyakiti dan mencela Nabi saw. Ketika Nabi mengawini Shafiyah binti Huyay. Juwaibir dan Ad-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa turunnya ayat ini (Surat Al-Ahzab; 57) berkenaan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul dan pengikutnya, ketika menfitnah ‘Aisyah. Rasulullah saw. Berkhutbah dan bersabda: “Siapa di antara orang-orang yang menyakitiku daengan jalan mencela aku dan mengumpulkan mereka di rumahnya?”. Ayat ini (Surat Al-Ahzab: 57) turun sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka.


Ayat 59

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥٩

59.  Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya622) ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

622) Menurut satu pendapat, jilbab adalah sejenis baju kurung yang longgar yang dapat menutup kepala, wajah, dan dada.

Asbabun Nuzul

Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah, dikemukakan bahwa Siti Saudah (Istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia seorang wanita yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah piker mengapa engkau keluar?” dengan tergesa-gesa ia pulang dan di saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang memegang tulang waktu makan. Ketika masuk ia berkat: “ya Rasulullah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (Surat Al-Ahzab:59) kepada RAsulullah saw. Di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk sesuatu keperluan”.

Ibnu Sa’d meriwayatkan dari Hasan dan Muhammad bin Ka’b Al-Quradli, dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullahpernah keluar malam untuk qadla hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah saw. Sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunnya ayat ini (Surat Al-Ahzab: 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya. Diriwayatkan oelh Ibnu Sa’d di dalam At-Thabaqat yang bersumber dari Abi Malik.